𝗠𝗘𝗡𝗚𝗔𝗣𝗔 𝗨𝗠𝗔𝗧 𝗞𝗔𝗧𝗢𝗟𝗜𝗞 𝗛𝗔𝗥𝗨𝗦 𝗠𝗘𝗠𝗣𝗨𝗡𝗬𝗔𝗜 𝗡𝗔𝗠𝗔 𝗕𝗔𝗣𝗧𝗜𝗦?

𝗠𝗘𝗡𝗚𝗔𝗣𝗔 𝗨𝗠𝗔𝗧 𝗞𝗔𝗧𝗢𝗟𝗜𝗞 𝗛𝗔𝗥𝗨𝗦 𝗠𝗘𝗠𝗣𝗨𝗡𝗬𝗔𝗜 𝗡𝗔𝗠𝗔 𝗕𝗔𝗣𝗧𝗜𝗦?

Kenapa umat Katolik harus mempunyai nama baptis?Yesus ketika dibaptis pun tidak memakai nama baptis.

Pembabtisan yang dipahami oleh Gereja adalah “dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam roh (vitae spiritualis ianua)” (KGK 1213). Oleh karena itu, pembaptisan adalah sikap seseorang yang menjawab panggilannya sebagai murid Kristus untuk ikut mengambil bagian dalam persekutuan dengan Gereja. Sikap iman ini adalah sikap seorang pribadi yang mau menyatakan hidup baru dalam Kristus sebagai buah dari Sakramen Baptis yang menjadikan seorang anak-anak Allah. Inilah mengapa nama baptis kemudian perlu dimiliki oleh seorang Katolik.

Dalam Injil, ketika Tuhan Yesus dibaptis memang tidak mendapatkan nama baptis seperti orang Katolik saat ini. Namun, jika ditelisik dari Kitab Suci tradisi pemberian nama baru merupakan suatu bentuk atau cara untuk menggambarkan bahwa orang tersebut mendapatkan panggilan hidup baru dari kehidupan lama mereka. Dalam Perjanjian Lama, Abram diberi nama baru “Abraham” oleh Allah yang “telah menetapkannya menjadi bapa sejumlah besar bangsa” (Bdk. Kej. 17:5). Dan dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus memberikan nama baru “Petrus” kepada Simon untuk menunjukkan perutusan-Nya: “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan membangun jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat. 16:18). Pun pula, tokoh lain yang pantas dicatat di sini adalah Santo Paulus. Ia pun memiliki nama lain ketika dia menjadi murid Kristus dan diutus kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Namanya beralih dari Saulus menjadi Paulus.

Selain itu, dalam sejarah Gereja sebenarnya tradisi pemberian nama telah berlangsung sejak gereja awali. Santo Dionisius dari Alexandria (200-265) mencatat dan mengatakanbahwa “Banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Rasul Yohanes. Mereka menggunakan nama tersebut karena mereka mencintai dia, mengagumi dan meneladani dia supaya dikasihi Allah seperti dia. Dan banyak anak-anak orang beriman diberi nama Paulus atau Petrus”. Bahkan, Santo Yohanes Kristostomus (347-407) meminta orangtua untuk memilihkan nama bagi anak-anak yang akan dibaptis. Alasan di balik ini sama dengan semangat yang ada di dalam Kitab Suci, yaitu agar mereka memiliki kehidupan baru melalui teladan keutamaan hidup dari para kudus yang dipilih.

Dan dalam “Katekismus Gereja Katolik” (KGK 2156-2159), Gereja telah menegaskan mengapa perlunya nama baptis dan bagaimana memilih nama baptis itu. Dasarnya pun sangat jelas, yaitu seorang dibaptis pertama-tama diberikan nama Tuhan yang menguduskan, nama Tritunggal Mahakudus: “dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus” sehingga kemudian seseorang mendapat nama baru di dalam Gereja. Artinya, dengan pengudusan dari Allah, seorang yang menegenakan nama baptis, nama baru dalam kesatuan Gereja, diharapkan memiliki hidup Krisitiani yang sejati dengan meneladan orang kudus yang dipilih. Oleh karena itu, Kitab Hukum Kanonik menyatakan bahwa nama baptis yang dipilih jangan sampai nama yang asing dari semangat kristiani (Bdk. KHK Kan 855).

Paus Fransiskus dalam katekese tentang baptisan yang disampaikan pada 18 April 2018 mengatakan bahwa pemberian nama baptis itu penting karena “tanpa nama, kita tidak dikenal, tanpa hak dan kewajiban. Allah memanggil kita masing-masing dengan nama, mengasihi kita secara individu dalam kenyataan sejarah kita”. Oleh karena itu, seseorang yang menerima nama baptis sebagai orang Katolik memiliki harapan baru sebagai murid Kristus. Ia menjadi pribadi yang berupaya membangun hidupnya menyerupai Kristus dalam segala tindakan seperti kata Santo Paulus: “namun aku hidup bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam diriku” (Gal 2:20).

Komentar