๐ ๐๐ฅ๐๐ข๐๐ข๐๐ ๐ฆ๐ง. ๐๐ข๐ก๐๐ฉ๐๐ก๐ง๐จ๐ฅ๐
๐ ๐๐ฅ๐๐ข๐๐ข๐๐ ๐ฆ๐ง. ๐๐ข๐ก๐๐ฉ๐๐ก๐ง๐จ๐ฅ๐
Tentang Bunda Maria, Santo Bonaventura menegaskan bahwa orang tidak boleh terlalu berlebihan dalam devosi kepada Maria, sampai bertentangan dengan kebenaran alkitabiah dan ajaran Iman Kristiani. Orang tidak perlu menambah-nambah penghormatan kepada Maria, sebab dalam diri Maria nilai-nilai kebenaran sudah utuh, dan tak perlu dikaburkan dengan kepalsuan.
Baginya Maria bukan saingan bagi keistimewaan Yesus sebagai Anak Allah, satu-satunya Pengantara kepada Bapa. Penghormatan kepada Bunda Maria hendaknya ditempatkan dalam kebenaran tentang Inkarnasi Sabda. Bonaventura menyebut Maria sebagai Bait Allah, yang diselubungi kebijaksanaan ilahi, dan dipenuhi rahmat Tuhan. Maria memiliki secara lebih penuh kesempurnaan-kesempurnaan yang dimiliki oleh para kudus.
๐๐ฒ๐ฝ๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐๐ฎ๐ป๐ฎ๐ป ๐ ๐ฎ๐ฟ๐ถ๐ฎ ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ป๐ธ๐ฎ๐ฟ๐ป๐ฎ๐๐ถ
Bagi Bonaventura, keperawanan kekal adalah privilese utama yang dimiliki Maria. “Pencipta segala sesuatu berdiam dalam tabarnakel rahim perawan. Di sini Ia telah mempersiapkan kamar pengantin agar Ia menjadi saudara kita; di sini ia mempersiapkan takhta kerajaan agar Ia menjadi pangeran kita; di sini Ia mengenakan jubah imamat agar Ia menjadi imam kita. Oleh ikatan pernikahan suci ini, ia menjadi Ibu Tuhan; oleh karena takhta suci, ia menjadi Ratu Surga; oleh karena jubah imamat, ia menjadi pembela umat manusia.” (Sermo 4 de Annuntiatione I; Quaracchi, 6: 672).
๐ฅ๐ฎ๐ต๐บ๐ฎ๐
Dalam De donis Spiritus Sancti, Bonaventura menulis: “Setelah kejatuhan manusia dalam dosa, kebijaksanaan ilahi dinubuatkan untuk menolong dalam wujud Inkarnasi Sabda, dan dengan demikian, manusia boleh menerima rahmat. Ini terjadi dalam rahim perawan.
Sebab itu Malaikat berkata kepadanya: ‘Salam hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.’ (Luk. 1: 28). Surat Ibrani mengundang mereka yang mau menerima rahmat untuk mendekati takhta kasih karunia, yaitu Perawan Mulia. ‘Marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia’ (Ibr 4: 16). Dengan demikian tampaklah bagi kita pertama-tama Bapa yang berbelas kasih, lalu Ibu yang berbelas kasih, dan Putra, pancaran terang belas kasih. Dengan demikian tersingkaplah asal-muasal rahmat yang menyertai kita, yang tercurah bagi kita oleh Sabda yang telah berinkarnasi. Ada orang yang tidak mengetahi sumber rahmat ini. Sungguh malang mereka! Sebab mereka tidak menerima rahmat.
๐ ๐ฒ๐ฑ๐ถ๐ฎ๐๐ฟ๐ถ๐
Bonaventura juga menggunakan istilah ‘mediatrix’ (pengantara) untuk Bunda Maria. Baginya, Maria dilindungi secara istimewa oleh rahmat Allah. Sebagai manusia ia mungkin dapat berdosa. Nyatanya ia dilindungi oleh Allah, terutama jiwanya. Karena itu ia pantas dihormati sebagai Bunda Pengantara Rahmat.
Dan sebagaimana Yesus adalah Pengantara Tunggal kepada Bapa, demikianlah Maria menjadi Pengantara (Mediatrix) antara kita dan Putranya. Mengikuti Maria berarti memohonkan doa untuk mendapat rahmat ilahi. “Eva menyingkirkan kita dari Eden dan mengirim kita ke dalam kuasa iblis, namun Maria memulangkan kita dan melunasi pembebasan bagi kita.”
Di surga Maria terus melakukan perannya sebagai Mediatrix. Ia menyampaikan doa-doa kita kepada Putranya. Sebab itu Bonaventura meyakini bahwa “mereka yang berakar pada Perawan Maria dengan semangat kasih dan devosi, disucikan oleh dia, sebab ia memohonkan Putranya untuk memberikannnya kepada mereka.” (Sermone de Purificatione 2, Q. 9: 646)
๐๐ฏ๐ ๐๐ฎ๐ด๐ถ ๐ฆ๐ฒ๐บ๐๐ฎ
Peran Maria sebagai Mediatrix menunjukkan dimensi keibuannya bagi kita. Ia adalah Ibu spiritual. Bonaventura membuat paralel antara Eva dan Maria. Eva datang dari rusuk Adam, sedangkan Gereja lahir dari sisi Sang Penebus yang mati tergรฅntลฏng di salib. Kehadiran Maria di kaki salib Kristus memperlihatkan perannya sebagai Ibu Spiritual. Sebagai Ibu, ia berperan membantu dan mengarahkan anak-anaknya dalam satu jalan keselamatan.
“Seperti Abel dan keturunannya berasal dari Adam dan Eva, demikian pula dari Kristus dan Gereja-Nya, seluruh umat Kristiani berasal. Dan sebagaimana Eva adalah ibu dari Abel dan semua manusia, demikian pula semua umat Kristen memiliki Maria sebagai seorang ibu.”
๐๐ฒ๐น๐ฎ๐ ๐๐ฎ๐๐ถ๐ต ๐ฑ๐ฎ๐ป ๐๐ฒ๐๐ฎ๐น๐ฒ๐ต๐ฎ๐ป
Di samping putranya yang tersalib Maria turut merasakan derita anaknya sekaligus mengambil bagian dalam belas kasih ilahi yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Dengan kata lain, Maria merupakan figur perpaduan antara kesalehan dan belas kasih. Oleh kesalehannya ia layak menerima rahmat, dan memancarkannya bagi para pendosa.
“Sungguh seorang Ibu penuh belas kasih yang kita miliki. Marilah kita bersikap seperti Ibu kita; mari kita meniru kesalehannya. Ia begitu berbelas kasih kepada jiwa-jiwa, sehingga yang hilang ditemukan kembali, dan derita badani pun pulih sesaat.”
๐๐ฏ๐ ๐๐ฒ๐ฟ๐ฒ๐ท๐ฎ, ๐๐ธ๐ฎ๐ฟ๐ถ๐๐๐ถ
Keperawanan menjadikan makna keibuan Maria lebih mendalam. Keibuan Maria adalah keibuan spiritual. Ketika ia berdiri di kaki salib Yesus, corak keibuannya tampak jelas. Dan menarik bahwa Bonaventura menempatkan dan memaknai keibuan Maria dalam konteks Ekaristi. Dalam Ekaristi, oleh Ibu Maria, kita dipersatukan dengan Kristus sebagai Kepala Tubuh. Persekutuan Ekaristi adalah persekutuan anak-anak dalam satu Ibu.
Dalam De Donis Bonaventura juga merefleksikan Ekaristi dalam perspektif inkarnasi, eklesiologi dan mariologi. Sejalan dengan penghayatan Fransiskus Assisi, ia memaknai Ekaristi sebagai sakramen kerendahan hati Allah, karena Ia turun ke altar dalam wujud roti dan anggur dalam tangan imam. Sabda yang telah menjelma menjadi daging dan turun ke altar itu mempersatukan anak-anak Allah (umat) dalam Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus. Dalam Ekaristi, anak-anak Allah dipersatukan oleh Ibu Gereja. Ibu yang dimaksudkan di sini ialah corak maternitas Gereja, yang tercermin dalam figur Bunda Maria.
Anak-anak Allah menerima karunia rahmat dari satu Bapa dan satu Ibu, yaitu Maria Bunda Gereja. “Kita adalah anggota dari satu Tubuh. Kita menerima nutrisi dari makanan rohanu yang sama. Kita keluar dari rahim yang sama. Kita mendapat warisan yang sama pula. […]. Karena itu kita menyatu dalam satu kesalehan”. Persekutuan anggota-anggota Gereja dalam kasih Allah Bapa dan Ibu Maria itu menjadi dasar bagi solidaritas dengan sesama. Hendaknya terjalin praktek berbela rasa (compassion) antara jemaat. “Hendaknya kita berbela rasa satu sama lain” (we ought to have compassion for one another), tulis Bonaventura.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung diblog kita