𝗣𝗔𝗗𝗥𝗘 𝗣𝗜𝗢 𝗔𝗗𝗔𝗟𝗔𝗛 𝗦𝗘𝗢𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗜𝗦𝗧𝗜𝗞𝗨𝗦, 𝗧𝗔𝗣𝗜 𝗔𝗣𝗔 𝗜𝗧𝗨 𝗠𝗜𝗦𝗧𝗜𝗦𝗜𝗦𝗠𝗘 𝗞𝗥𝗜𝗦𝗧𝗘𝗡?

𝗣𝗔𝗗𝗥𝗘 𝗣𝗜𝗢 𝗔𝗗𝗔𝗟𝗔𝗛 𝗦𝗘𝗢𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗠𝗜𝗦𝗧𝗜𝗞𝗨𝗦, 𝗧𝗔𝗣𝗜 𝗔𝗣𝗔 𝗜𝗧𝗨 𝗠𝗜𝗦𝗧𝗜𝗦𝗜𝗦𝗠𝗘 𝗞𝗥𝗜𝗦𝗧𝗘𝗡? 
Oleh : 𝑫𝒂𝒏𝒊𝒆𝒍 𝑬𝒔𝒑𝒂𝒓𝒛𝒂

Sebelum abad keenam, apa yang sekarang kita sebut mistisisme dikenal sebagai contemplatio (Latin) atau theoria (Yunani) – kedua istilah tersebut secara harfiah berarti “kontemplasi.”

Mistisisme Kristen sulit didefinisikan. Prinsip-prinsip intinya sering kali bervariasi dari satu tradisi ke tradisi lainnya, dan aliran pemikiran yang berbeda (baik teologis, monastik, atau filosofis) menawarkan wawasan dan nuansa yang berbeda tentang apa yang mungkin kita anggap sebagai mistisisme. Namun, secara umum, mistisisme dapat digambarkan sebagai tradisi spiritual yang mencari pertemuan langsung dan transformatif dengan Tuhan , yang sering kali digambarkan sebagai kesadaran mendalam akan kasih dan kehadiran ilahi-Nya. Perjalanan ini, meskipun bersifat pribadi , berakar dalam pada sejarah dan teologi Gereja.

Sebelum abad keenam, apa yang sekarang kita sebut mistisisme dikenal sebagai contemplatio (Latin) atau theoria (Yunani) – kedua istilah tersebut secara harfiah berarti “kontemplasi” dan, sebagai perluasan, “kesadaran” akan kehadiran Tuhan. Bertentangan dengan apa yang mungkin tampak pada pandangan pertama, theoria  dalam bahasa Yunani (“teori”) tidak hanya berarti “pemikiran abstrak” – setidaknya bukan dalam konteks ini. Dalam tradisi mistik, “pemikiran” semacam ini lebih merupakan dorongan yang mengundang orang percaya ke dalam pengetahuan yang mendalam dan penuh kasih tentang yang Ilahi.

𝗦𝗲𝗯𝘂𝗮𝗵 𝗣𝗲𝗿𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻𝗮𝗻 𝗦𝗽𝗶𝗿𝗶𝘁𝘂𝗮𝗹 𝗧𝗶𝗴𝗮 𝗟𝗮𝗽𝗶𝘀

Inti dari mistisisme Kristen adalah perjalanan spiritual tiga lapis.

Inti dari mistisisme Kristen adalah perjalanan spiritual tiga lapis.

Tahap pertama sering disebut dalam teks-teks klasik sebagai katarsis – yaitu, pemurnian . Para mistikus sering menggambarkannya sebagai semacam “pembersihan” batin, di mana jiwa berusaha membersihkan diri dari gangguan dan dosa.
Kemudian diikuti oleh kontemplasi, di mana seseorang memasuki kesadaran akan Tuhan dalam keheningan dan doa dengan terlibat dalam praktik seperti lectio divina , pembacaan Kitab Suci yang meditatif. 

Tahap akhir, yang sering disebut theosis atau unio mystica (yaitu, penyatuan spiritual dengan Tuhan), adalah keadaan di mana jiwa mengalami rasa hubungan yang mendalam dengan yang ilahi, kadang-kadang bahkan melalui penglihatan yang luar biasa atau saat-saat kedamaian spiritual yang mendalam.

Perjalanan menuju perjumpaan pribadi dengan Tuhan ini merupakan inti tradisi mistik, yang mengajarkan bahwa seseorang dapat mengenal dan mencintai Tuhan melalui praktik spiritual yang mendalam dan mantap serta transformasi batin.

Mistisisme juga memiliki dimensi alkitabiah dan liturgis yang penting. Dimensi alkitabiah melibatkan penemuan dan meditasi makna-makna "tersembunyi" yang sering kali bersifat alegoris dalam Kitab Suci, sementara aspek liturgis berfokus pada Kehadiran Kristus yang Nyata dalam Ekaristi. Kedua aspek ini, yang dipadukan dengan pengetahuan tentang Tuhan berdasarkan pengalaman, membentuk tulang punggung teologi mistik Kristen.

Wayne Proudfoot , seorang filsuf Amerika terkenal yang berdedikasi pada pengalaman religius, menekankan pentingnya memahami mistisisme bukan hanya sebagai pengalaman emosional atau luar biasa, tetapi sebagai kesadaran yang lebih dalam akan kehadiran Tuhan. Proudfoot menelusuri konsep pengalaman religius ke teolog Jerman Friedrich Schleiermacher , yang berpendapat bahwa agama berakar pada rasa tak terbatas - rasa sesuatu yang lebih besar dari diri. Ide-ide Schleiermacher, yang didasarkan pada mistisisme barok dan akhir abad pertengahan, meletakkan dasar bagi pemahaman modern tentang mistisisme, yang berfokus pada bagaimana manusia mengalami Tuhan bukan sebagai makhluk "eksternal", tetapi sebagai kehadiran yang sangat terkait dengan kehidupan batin kita. Karya Proudfoot mengingatkan kita bahwa mistisisme bukan hanya tentang penglihatan atau fenomena supernatural: Ini adalah tentang menumbuhkan kesadaran batin yang mengubah cara kita berhubungan dengan Tuhan dan dunia. 

Komentar